Drs. H. A. Budiono M.Ed yang biasa dipanggil dengan Bapak Budi beliau merupakan seorang Adipurna Kepala Sekolah dan Guru SMAN 3 Nganjuk pada tahun 2002-2004. Bapak Budi lahir di Blitar,19 April 1957. Pada tahun 2014, Bapak Budi terpilih dalam pemilihan legislatif menjadi Senator DPD-P yang mewakili Provinsi Jawa Timur dengan harapan dapat memajukan Jawa timur, menyerap aspirasi masyarakat Jawa Timur ke pemerintah pusat. Pada Masa Sidang Tahun 2014-2015 Bapak Budi masuk di Komite Bidang IV yang membidangi tugas pada rancangan APBN perimbangan keuangan pusat dan daerah. Beberapa riwayat karir dari Bapak Budi yaitu:
tirto.id – Christ the Redeemer merupakan patung kolosal Yesus Kristus yang terletak di puncak Gunung Corcovado, Rio de Janeiro, Brasil. Patung yang juga disebut Cristo Redentor dalam bahasa Portugis itu memiliki tinggi 30 meter, sedangkan panjang kedua lengannya yang terentang mencapai 28 meter.
Untuk membuat Christ the Redeemer yang selesai pada 1931, material yang digunakan tidak main-main. Beton bertulang yang dilapisi mosaik ribuan ubin batu dipakai untuk membangun Patung Kristus Sang Penebus. Patung ini juga berdiri di atas alas batu persegi setinggi 26 kaki atau sekitar 8 meter. Selain menjadi simbol dari kota Rio de Janeiro dan seluruh negara Brasil, Christ the Redeemer disebut oleh situs Britannica sebagai patung bergaya Art Deco terbesar di dunia.
Penabalan itu membuat Christ the Redeemer makin ikonik. Sejarah Christ the Redeemer Ide awal untuk membangun monumen Kristen di Gunung Corcovado, Brasil sebenarnya sudah tercetus pada pertengahan abad 19. Pendeta Vincentian Pedro Maria Boss adalah pengusulnya pada tahun 1850-an sebagai bentuk penghormatan kepada Isabel (1846-1921), bupati Brasil dan putri dari Kaisar Pedro II. Lantaran tidak pernah disetujui, proyek monumen gagasan pendeta Maria Boss belum terwujud.
Sekitar tujuh dekade kemudian, tepatnya 1921, usulan serupa datang dari keuskupan agung Katolik Roma di Rio de Janeiro. Usulan kali ini adalah membangun sebuah patung Kristus. Agar bisa terlihat di segala penjuru kota Rio, patung Kristus perlu dibangun di atas puncak setinggi 2.310 kaki (704 meter). Warga pun mengirim petisi kepada Epitacio Pessoa, presiden Brasil ke-11 yang menjabat antara 1919-1921, supaya mengizinkan pembangunan patung di Gunung Corcovado. Setelah izin diberikan, desain akhir untuk calon monumen itu sebenarnya belum dipilih. Namun, peletakan batu pertama sudah dilakukan secara seremonial pada 4 April 1922. Tanggal ini bertepatan dengan peringatan seratus tahun kemerdekaan Brasil dari Portugal. Kompetisi untuk menemukan desainer patung diadakan pada 1922. Setelah melalui proses seleksi, seorang insinyur Brasil Heitor da Silva Costa akhirnya terpilih. Silva Costa mengajukan sketsa sosok Kristus yang digambarkan memegang salib di tangan kanannya, sementara tangan kiri memegang bola dunia.
Rencana Silva Costa kemudian berubah setelah bekerja sama dengan seniman Brasil, Carlos Oswald. Oswald dikreditkan sebagai pencetus ide pose berdiri patung Kristus dengan tangan terentang. Lalu, pematung asal Prancis, Paul Landowski, juga dilibatkan dengan Silva Costa sebagai desainer utama kepala dan tangan Kristus. Ketika dana yang dihimpun secara pribadi, terutama oleh gereja, bisa terkumpul, proyek patung Kristus dapat dimulai. Tahap konstruksi dilakukan pada 1926 hingga berlanjut selama lima tahun kemudian. Christ the Redeemer resmi selesai tahun 1931.
Tidaklah mudah untuk mendirikan patung berukuran raksasa di atas ketinggian sebuah gunung. Ini yang dialami saat mendirikan patung Kristus di Gunung Corcovado. Selama masa pembangunan Christ the Redeemer, bahan dan para pekerja bangunan diangkut ke puncak melalui jalur kereta api. Setelah bangunan jadi, bukan berarti pekerjaan selesai. Patung seberat 635 metrik ton ini membutuhkan pemeliharaan dan perbaikan berkala. Salah satunya dilakukan dengan pembersihan menyeluruh pada 1980 sebagai persiapan untuk menyambut kunjungan Paus Yohanes Paulus II ke Brasil. Sementara tahun 2006, tepat 75 tahun Christ the Redeemer, sebuah kapel didirikan.
Akses untuk menjangkau Christ the Redeemer cukup menantang. Wisatawan perlu melalui 200 anak tangga terlebih dahulu. Inilah yang harus dilakukan orang-orang dan wisatawan sebelum eskalator dan elevator ditambahkan tahun 2002 untuk mempermudah perjalanan ke puncak Gunung Corcovado. Letaknya yang berada di atas ketinggian sebenarnya membuat Christ the Redeemer cukup rentan. Tak ayal, beberapa kali patung Yesus ini menjadi sasaran empuk badai dan sambaran petir. Akibatnya, ujung ibu jari kanan patung yang masuk dalam 7 Keajaiban Dunia itu rusak pada 2014.
Nationalgeographic.co.id – Terletak tinggi di atas Lembah Suci Peru, Machu Picchu adalah benteng yang berasal dari abad ke-15. Dibangun oleh suku Inca sekitar tahun 1450, kota tersembunyi ini merupakan kawasan megah bagi Kaisar Inca Pachacuti.
Machu Picchu berisi alun-alun, kuil, rumah, dan teras, yang seluruhnya dibangun dengan tangan di dinding batu kering. Restorasi ekstensif di abad ke-20 mengungkapkan seperti apa kehidupan suku Inca di Machu Picchu di masa lalu.
Ada beberapa perdebatan tentang tujuan Machu Picchu. Namun sejarawan percaya penguasa Inca Pachacuti Inca Yupanqui membangun Machu Picchu sebagai tanah kerajaan khusus. “Wilayah itu khusus untuk raja dan bangsawan Inca,” tulis Rossie Lesso di laman The Collector.
Namun, banyak yang berpendapat bahwa raja terkemuka tidak benar-benar tinggal di sini. Alih-alih jadi tempat tinggal, mereka menganggapnya sebagai tempat terpencil untuk retret dan perlindungan.
Seluruh situs Machu Picchu membentang sejauh 8 km dan berisi 150 bangunan berbeda. Ini termasuk pemandian, rumah, kuil, tempat suci, alun-alun, air mancur dan mausoleum. Beberapa bangunan terpenting antara lain Kuil Matahari, Kuil Tiga Jendela, dan Inti Watana—atau kalender batu berukir.
Pegunungan dianggap suci bagi suku Inca. Maka, memiliki tempat tinggal di puncak gunung yang sangat tinggi punya makna spiritual yang istimewa. Karena lokasinya, masyarakat menganggap kota kerajaan ini sebagai pusat alam semesta.
Monumen Budha terbesar di dunia ini menarik peziarah dari seluruh Asia Tenggara ke puncak bukit terpencil di Jawa Tengah, yang dikelilingi vegetasi hijau subur dan dikelilingi gunung berapi-salah satunya masih aktif.
Sekitar 1.200 tahun yang lalu, para pembangun mengangkut dua juta batu dari sungai dan sungai setempat dan menyatukannya dengan erat tanpa bantuan mortir untuk membuat piramida berundak setinggi 95 kaki (29 meter). Lebih dari 500 patung Buddha bertengger di sekitar kuil. Teras bawahnya termasuk langka yang menghalangi pemandangan dunia luar dan menggantikannya dengan hampir 3.000 pahatan relief yang menggambarkan kehidupan dan ajaran Buddha. Bersama-sama mereka membuat kumpulan patung Buddha terbesar di dunia.
Mendaki Borobudur adalah ziarah itu sendiri, yang dimaksudkan untuk dialami secara fisik dan spiritual sesuai dengan ajaran Buddha Mahayana. Saat umat beriman mendaki dari tingkat ke tingkat, mereka dibimbing oleh cerita dan kebijaksanaan relief dasar dari satu bidang kesadaran simbolis ke tingkat berikutnya yang lebih tinggi dalam perjalanan menuju pencerahan.
Borobudur dibangun pada abad kedelapan dan kesembilan selama era keemasan dinasti Sailendra, yang berkuasa di Jawa dan Sumatera yang berdekatan. Klan penguasa ini berasal dari India Selatan atau Indocina dan membantu mendirikan Jawa sebagai pusat keilmuan dan pemujaan Buddhis.
Situs megah ini menarik peziarah selama ratusan tahun—koin dan keramik Tiongkok yang ditemukan di sana menunjukkan bahwa praktik tersebut berlanjut hingga abad ke-15. (Faktanya telah dihidupkan kembali hari ini.)
Namun Borobudur secara misterius ditinggalkan pada tahun 1500-an, ketika pusat kehidupan Jawa bergeser ke Timur dan Islam tiba di pulau itu pada abad ke-13 dan ke-14. Letusan menyimpan abu vulkanik di situs tersebut dan vegetasi subur Jawa berakar di situs yang sebagian besar terlupakan.
Pada awal abad ke-19 Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Inggris di Jawa, mendengar tentang situs tersebut dan tertarik untuk menggalinya. Sementara proses ini mengungkap harta karun Borobudur, hal itu juga memicu proses pembusukan dengan memaparkannya pada unsur-unsurnya. Penduduk desa membebaskan batu untuk bahan bangunan, dan para kolektor memindahkan kepala Buddha dan harta lainnya untuk koleksi pribadi dan publik di seluruh dunia.
Untungnya, penurunan Borobudur tertahan oleh peraturan yang lebih ketat dan salah satu proyek pelestarian internasional paling ambisius yang pernah dicoba. Kampanye “Selamatkan Borobudur” diluncurkan pada tahun 1968 melalui pemerintah Indonesia dan UNESCO.
Teras bawah monumen besar itu dibongkar dan panel reliefnya yang tak ternilai harganya dibersihkan dan dirawat dari pelapukan. Selama proses ini, sistem drainase yang luas dipasang untuk mencegah erosi yang telah memakan banyak korban di candi. Selama delapan tahun satu juta batu telah dipindahkan dan kemudian dipasang kembali.
Hasilnya, Borobudur tetap seperti 1.200 tahun lalu—harta unik yang tak tertandingi di situs manapun di Asia Tenggara.
Kompleks Makam itu terletak di sebelah Barat Masjid Al-Mubarok, kecamatan Berbek, kabupaten Nganjuk.
Awalnya…..
Adalah KRT Sosrokoesoemo I yang lebih lekat dengan julukan Kanjeng Jimat, adalah seseorang utusan dari Keraton Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat untuk menyebarluaskan ajaran Agama Islam ke daerah Berbek yang pada saat itu dihuni mayoritas Agama Hindu-Buddha.
Setelah menjadi penyebar agama Islam, ia pun diangkat menjadi bupati pertama kabupaten Nganjuk pada tahun dengan gelar jabatan Kanjeng Raden Tumenggung.
Lalu…..
Ia pun membangun sebuah Masjid sebagai sarana beribadah umat islam. Bak pepatah kena ikan nya, jangan keruh airnya, masjid ini menggunakan konsep perpaduan budaya antara budaya Hindu dan budaya Jawa. Pada Langit langit masjid terdapat ukiran ukiran yang menggambarkan perpaduan tersebut.
Dibagian pintu masuk masjid, terdapat sengkalan, atau penunjuk tahun pada kebudayaan Jawa. Sengkalan tersebut berbunyi : Tata Caturing Pandita Hamadhangi. Suryasengkala tersebut menunjukkan angka tahun 1745. Dari sengkalan tersebut bisa diketahui bahwa masjid ini telah dipakai sebagai tempat persembahyangan selama 277 tahun.
Kini…..
Setelah mengalami berbagai proses, ukuran masjid mengalami perubahan dengan terdapat perluasan pada bagian ruang utama untuk beribadah.
Pada bagian selatan dan barat masjid terdapat kompleks makam yakni makam Mbah Jimat, makam putera Mbah Jimat, hingga pembantu nya selama menjabat menjadi bupati.
Ia kini dianggap sebagai bupati pertama Kabupaten Nganjuk yang waktu itu beribukota di Berbek.
Di Kompleks makam ini terdapat banyak makam, tetapi yang paling sering dikunjungi adalah makam Mbah Jimat karena dipercaya membawa berkah.
“biasanya orang yang nyaleg, sowan (berkunjung) ke sini mas, nanti pasti jadi” ujar seseorang yang merupakan pengurus masjid Al-Mubarok.
Diketahui kompleks makam ini bukanlah kompleks makam keluarga mbah Kanjeng Jimat, melainkan makam para Pendherek/abdi dalem dari Mbah Kanjeng sendiri.
Saat kita masuk ke makam mbah Kanjeng, kita akan melewati sebuah pintu masuk yang berukuran kurang dari 2 meter. Desain pintu ini memiliki makna filosofis, bahwa kita harus Andhap Asor kepada siapapun utamanya seorang wali.
Makam mbah kanjeng di balut sebuah kain berwarna hijau dengan aksen garis berwarna kuning keemasan. Lalu terdapat tiga payung kuning keemasan yang berada di belakang pusara makam. Makam ini juga diselimuti oleh kelambu berwarna putih dan kunig serta diberi kerangka kayu jati.
Begitulah orang orang memanggilnya. Nama aslinya Soedirman, terlahir dari pasangan rakyat biasa di purbalingga pada 24 Januari 1916. Kemudian ia bergelar Raden, sebuah gelar kebangsawanan yang ia dapatkan setelah di adopsi oleh pamannya, R. Cokrosunaryo yang merupakan Bupati Cilacap saat itu.
Masa mudanya banyak diisi dengan aktif di organisasi Hizbul Wathan, semacam Gerakan Kepanduan milik Muhammadiyah.
Semasa Agresi militer I & II, Pak Dirman banyak menggunakan taktik perang gerilya, lengkapnya Gerilya Semesta. Taktik ini dilakukan dengan sembunyi sembunyi, penuh kecepatan, sabotase dan dilakukan oleh sekelompok kecil pasukan namun sangat focus dan efektif.
Alasan utama taktik ini diterapkan dalam memerangi belanda adalah karena pak Dirman sangat yakin jika Belanda tidak terbiasa dengan medan perang yang berupa hutan, sehingga taktik Gerilya adalah jawaban terbaik untuk usaha memukul Kembali Belanda.
Berjalan dari Kediri ke Bajulan, membuat sesosok Jenderal ini harus bersinggah disana selama 9 hari. Adalah Mbah Jirah, seorang juru kunci petilasan Jenderal Sudirman. Ia mengaku sempat memasak untuk sang Jenderal saat itu.
Terdapat tiga hal pada kompleks petilasan, yang pertama adalah rumah singgah. Rumah ini menjadi tempat peristirahatan sementara oleh Jendral Sudirman selama 9 hari ia singgah.
Disamping rumah singgah terdapat tempt untuk Menyusun siasat perang. Tempat tersebut terdiri atas batu yang disusun melingkar dan sebuah meja yang terbuat dari batu berada di tengah nya.
Lalu berjalan sedikit ke depan, terdapat sebuah tempat shalat yang terhimpit batu. Disamping tempat shalat terdapat sungai yang bersumber dari Roro Kuning. Sungai ini dipercaya dulunya dipakai sebagai tempat bersuci sebelum shalat oleh sang Jenderal
Menapak kaki di tempat ini sungguh menyejukkan hati, sebab pesinggahan ini terletak pada lereng gunung dan masih asri dengan pepohonan yang masih rimbun.
Adalah seorang siswi SMA Negeri 3 Nganjuk yang pada tahun lalu terpilih sebagai Duta Pariwisata Nganjuk, Kangmas Mbakyu 2022 sebagai Mbakyu. Lahir pada 25 Desember 2004, ia memiliki segudang prestasi yang pernah ia raih, berikut daftar prestasi yang pernah ia raih :
Juara 1 Tari Kreasi Tradisional di Universitas Gadjah Mada
Pambawa Baki Bendera pada Peringatan kemerdekaan Indonesia Yang ke-76 di Provinsi Jawa Timur tahun 2021
Mbakyu Kabupaten Nganjuk tahun 2022
Fany sendiri termasuk Angkatan Corona, ia belajar dengan cara sesi selama 3 Semester. “Walau angkatan corona dan masuk sekolah persesi selama 3 semester saya masih bisa berkenalan dengan teman yang banyak, juga guru-guru yang peduli terhadap muridnya, dan juga sekolah yang bisa mengapresiasi murid-muridnya”. Ia berpesan, jika ingin menggapai sesuatu, harus bersungguh sungguh, “Kalau memang ada niat dari dalam diri pasti semua bisa di gapai”
Adalah sebuah bangunan yang berada di kota Nganjuk yang memiliki hubungan dengan sejarah dan cikal bakal berdirinya Kabupaten Nganjuk. Bangunan candi ini sampai saat ini masih ada dan masih dipergunakan sebagai sarana ibadah umat Hindu.
Ceritanya berawal pada paruh awal abad ke-10, seorang MPU SIndok memindahkan pusat kekuasaan Medang ke Jawa Timur. Namun pemindahan itu tidak menghalangi Kedatuan Sriwijaya untuk menusuk jauh ke timur Jawa.
Sebelumnya, Maha Raja Dyah Balitung telah melebarkan kerajaan Medang hingga ke ke pulau Jawa bagian Timur. Prasasti Kubu-kubu menceritakan bagaimana gempuran Medang atas Bantan yang sampai saat ini diduga oleh sejarawaan sebagai kerajaan Kanjuruhan, kerajaan tertua di Jawa Timur. Maka tidak heran jika pada masa MPU Sindok, pusat kerajaan dipiindahkan ke Timur Jawa.
Namun, alasan ‘sebenarnya’ sampai saat ini belum diketahui, bahkan sampai ada beberapa teori tentang perpindahan ibu kota medang. Salah satunya adalah teori oleh George Coedes, ia berpendapat jika Medang pindah ibu kota karena ngacir dari serangan sriwijaya. Menurutnya, hegemoni Sriwijaya atas Nusantara memaksa medang menyingkir ke timur. Bahkan kerajaan setelah di pindah ke Jawa Timur baru bisa berkembang leluasa setelah Sriwijaya dihancurkan kerajaan Cholamandala dari India
Seorang Johannes Gijsbertus De Casparis nampaknya memiliki pendapat yang sejalan, ia menyebut jika Candi Lor, sebagai tugu kemenangan atas Sriwijaya. Jadi, Ketika Sindok sampai di Anjukladang, ia meminta kepada Samgat Pu Anjukladang untuk membantu melawan Sriwijaya. Dan atas jasanya yang behasil menumpas Sriwijaya, ia diberi anugerah sebah bangunan suci yang Bernama Sri Jayamerta (yang kini menjadi candi), sebuah Sima Swatantra atau Tanah Kakatikan, dimana 2/3 pajak tanah digunakan untuk merawat bangunan candi, dan sebuah Prasasti Anjuk Ladang.
Ketika Inggris berkuasa di Jawa dan menempatkan Thomas Stamford Raffles sebagai Gubernur Jenderal, Raffles mengarang sebuah buku terperinci tentang Budaya Jawa di abad ke-19. Dalam karya monumental nya, History of Java Raffles menggambarkan jika Candi Lor mirip dengan candi Jabung di Probolinggo, lalu di halaman Candi Lor berdiri tegak Prasasti Anjukladang yang mencatat tentang dibangunnya Tugu Kemenangan atau Jayastambha. Para sejarawan menafsirkannya sebagai monumrn kemenangan Jawa atas Sriwijaya.
Sebenarnya tidak ditemukan kata ‘Sriwijaya’ pada Prasasti ini, tetapi seorang Johannes Gijsbertus De Casparis, menyebut jika ada bagian yang kosong, yakni baris 14-15. Pada terjemahan versi Jan Laurens Andries Brendens, baris tersebut dikosongkan. Di bagian yang kosong itu terdapat kalimat Satru Nira Hajjan Ri Malayu yang artinya Musuhnya, seorang raja dari Melayu. Dari sini sejarawan menafsirkan jika Melayu yang dimaksud kemungkinan besar adalah Kerajaan Sriwijaya.
Adalah seorang Novita Anggraeni atau yang lebih akrab dengan sapaan Vita KDI. Bukan tanpa sebab dipanggil Vita KDI, ia menjadi Juara Pertama KDI Tahun 2008.
Ia lulus dari SMA Negeri 3 nganjuk pada tahun 2006 dengan segudang prestasi nya dalam bidang seni, terutamanya Tarik suara. Ia pun sempat bekerja sebagai penyiar radio di salah satu stasiun radio.
Lalu pada tahun 2008 ia mengikuti audisi KDI yang digelar di Kota Surabaya dengan 1200 peserta, dimana dari 1200 peserta ini akan diambil 5 peserta untuk selanjutnya dikirim ke Jakarta untuk di seleksi lagi. Di Jakarta terkumpullah 50 orang dari berbagai daerah di Indonesia, lalu di seleksi lagi hingga menyisakan 25 orang. 25 orang inilah yang akan bertanding memperebutkan gelar juara Kompetisi Dangdut Indonesia.
Sebagai seseorang yang terpelajar, Vita pernah mengenyam Pendidikan di beberapa tempat, berikut riwayat Pendidikan Vita KDI :
TK Pertiwi Bogo
SD Negeri Kauman 1
SMP Negeri 1 Nganjuk
SMA Negeri 3 Nganjuk
Sekolah Tinggi Kesenian wilwatikta Surabaya
Vita juga membagikan tips bernyanyi saat diwawancarai, berikut tipsnya :
Harus rajin olah Vokal
Perbanyak Perbendaharaan Genre lagu
Jadilah diri sendiri, jangan ikut ikut orang lain.
Pesan dari vita, Jadilah dirimu sendiri, jangan takut untuk tampil beda. Karena tidak ada sesuatu yang tidak mungkin, kiranya kita belum mencoba.
Apa yang kita selama ini ketahui tentang Masjid ? KBBI menyatakan jika Masjid adalah bangunan tempat bersembahyang umat Islam. Agama islam sendiri adalah agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia, tak heran jika banyak kita jumpai Masjid. Bahkan Indonesia sendiri memiliki total 554.152 Masjid yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara.
Agama Islam hadir sejak abad ke 9 Masehi dan berkembang sangat pesat pada sekitar abad ke-14 hingga 16 Masehi. Di tanah jawa, kita mengenal adanya akulturasi budaya yang kerap terjadi. Akulturasi budaya adalah penyatuan dua/beberapa budaya untuk menciptakan budaya yang baru tanpa meninggalkan yang lama.
Adalah Masjid Pakuncen/Kagungan Dalem/Pathok Negara, Masjid yang berdiri sejak tahun 1651 ini sebenarnya merupakan Batas Negara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang dulunya juga digunakan untuk syiar agama Islam di daerah Pakuncen. Masjid ini diketahui dibangun oleh Mbah Nurjalipah, seseorang yang merupakan utusan dari Keraton Ngayogyakarta H. Dalam membangun masjid ini, ia dibantu oleh masyarakat kadipaten Kertasana yang waktu itu masih Bernama Pasana.
Menurut penuturan sang juru kunci Masjid, pak Ahmad Akbar Sunandir (Abdi dalem Punakawan Keraton Jogja), pada saat selesai membangun masjid ini, Mbah Nurjalipah Disusul oleh Raden Mas Tumenggung Purwodiningrat yang selanjutnya menjadi bupati pasana.
Berbicara mengenai bangunan Masjid, masjid ini memiliki corak Hindu-Jawa yang terdapat pada hampir seluruh bagian masjid. Misal nya pada pintu masuk masjid yang terdapat lambang Surya Majapahit (Sembilan Dewa dalam agama Hindu), lalu terdapat lambang Keraton Jogja pada Gapura masuk masjid ini. Lalu jika kita mengelilingi masjid, akan kita temukan dua kompleks makam, yang pertama adalah makam umum, sedang yang kedua adalah makam dari Anak-Turun Mbah nurjalipah.
Lalu di sebelah kanan masjid terdapat sebuah kolam, yang diperkirakan dulunya digunakan sebagai tempat bersuci sebelum bersembahyang.
Kembali pada R.M.T Purwodiningrat, ia memiliki seorang istri yang Bernama R.Ay. Purwodiningrat. Semasa masih hidup memiliki keinginan untuk dimakamkan di sebelah Selatan masjid. Setelah meninggal, wasiatnya dituruti, lalu dtunjuklah seorang juru kunci, yakni Mbah Nurjalipah, yang dulunya mendirikan Masjid Ini.
Dari Mbah Nurjalipah diteruskan ke anak-turun nya :
Mbah Nurjalipah
Abdul Latip
Mbah Marsongko
Mbah Kertosari
Mbah Murtojo
Mbah Kromosari
Mbah Kromorejo
Mbah Ahmad Rejo
Pak Mashuri
Pak Khoiri
Pak Ahmad Akbar Sunandir
Dari sini bisa diketahui jika Pak Nandir (sapaan akrab) merupakan juru kunci turun-temurun yang ke sebelas dari Mbah Nurjalipah. Pak Nandir diangkat menjadi Juru Kunci pada 9 Mei 2009 dengan gelar jabatan Mas Bendara Suraksa.
Masjid ini sangatlah artistik, sehingga siapapun yang mengunjunginya pasti ingin Kembali lagi.